Surabaya: Kado Ulang Tahun*
*tulisan ini dibuat di sela-sela analisis data, kalau-kalau supervisor saya baca hihi maafkan saye Encik :)
Sudah tidak
musim lagi kado ulang tahun dibalut dengan kertas warna warni dan diberi
sematan bunga atau ikatan pita warna pink atau ungu. Kecuali isinya berlian ya
*bhihik*. Tahun ini saya dapet kado jalan-jalan lagi dari Mbak @denikalogi setelah
beberapa waktu lalu dapet juga hadiah tiket ke Brunei. Empat hari di Jawa
Timur, Alhamdulillah. Semoga si Mbaknya dapet balesan dari Hamba-hamba Allah di
seluruh penjuru dunia dan bisa piknik keliling lagi sampai gempor melanda.
Amin.
Sebetulnya
kepergian ke Surabaya ini (di)sepaket(kan) sama acara keluarganya Mbaknya, jadi
rencana awal setelah acara keluarga kelar, lanjut melipir Bromo dan mungkin
akan jalan ke Malang, mungkin. Etapi ternyata si Mbak harus melipir ke Sumbawa
di hari ketiga. Blah! Saya diajak sih, tapi tidak memungkinkan untuk pergi
waktu itu, jadilah saya mencari-cari teman yang bisa ditumpangi nemenin
selama dua hari yang tersisa di Surabaya.
Sekitar dua
minggu sebelum jadwal piknik Surabaya saya mencari-cari adakah teman atau
temannya teman yang berdomisili di Surabaya dan bisa menemani saya selama
beberapa hari di sana. Akhirnya saya menemukan bahwa @koderap (Aricko) sudah
jadi perantauan di sana, janjianlah untuk bertemu di hari pertama. Ada lagi
temannya @ade_stark (Ade Suryani) namanya @Andikermit (Andi) yang kemudian
menemani saya di hari ketiga pleus hujan-hujanan, menyenangkan! Dan ada lagi
@lukmansimbah (Lukman) yang kemudian menemani di hari keempat di bawah terpaan
sinar matahari yang dahsyat teriknya. Dan ada satu orang lagi yang, baru saya
sadar kemudian, selalu nemenin in between
my appointment(s) with those new fellas, RD. Perkara orang
yang terakhir ini, ceritanya bisa panjang, karena ini dengan mengejutkan malah
menjadi hadiah ulang tahun saya *ehem*.
Saya cerita
kemana saja sama siapa dan menikmati apa saja selama di sana berdasarkan
orang-orang yang menemani ya :)
Surabaya dan Hujan dengan @koderap dan Mirza
Hari pertama di
Surabaya saya tidak berharap banyak tentang akan jalan-jalan ke mana. Pasrah
mau dibawa kemana saja oleh @koderap. Tujuan pertama kami adalah House of Sampoerna.
Sampai di HoS, ternyata sudah ada Mirza, teman @koderap, menunggu. Manis orangnya
#eh *lost focus*. Pertama, kami naik shuttle bus keliling kota Surabaya.
Mengunjungi beberapa tempat seperti melihat Jembatan Merah, ke Tourism
Information Center, ke salah satu kantor pemerintahan di kota itu dan
keliling-keliling melihat ex hotel
Yamato, pusat perbelanjaan kota Surabaya dan melewati jalanan protokol.
Lumayan. Perjalanan keliling dengan shuttle bis ini bisa diikuti siapa saja yang
berkunjung ke HoS, daftar saja, gratis, selagi kursi masih tersedia.
Setelah
keliling, kami mengunjungi museum di HoS ini. Menarik. Seperti di
postingan-postingan saya yang mana saja, selalu saya katakan bahwa visiting museum is my thingy. Suka sekali.
Mbak-mbak guide di HoS ini juga tidak satu arah
informasinya, kita bisa bertanya dan dia menjawab sebisa mungkin. Kalau tidak
tahu jawabannya, dia akan dengan senang hati bilang lupa atau tidak tahu, fair enough. Keliling di dalam museum
itu malah memakan waktu lebih lama berbanding jalan-jalan keliling kota tadi
haha. Saya dan Mirza banyak sekali bertanya, dan si Mbaknya dengan sabar dan
tersenyum menjawab setiap pertanyaan. Di situ kita bisa tahu sejarah
terbentuknya usaha pasangan Lim Seeng Tee (cmiiw), HM Sampoerna Tbk., kemudian diceritakan juga apa arti simbol-simbol yang ada
pada setiap merek rokok, ada barang-barang lama yang juga memiliki nilai yang
sangat tinggi, ada foto-foto pemilik dan keluarganya, dan andai saja berkunjung
lebih pagi, kita bisa melihat bagaimana para pekerja melakukan tugasnya di
pabrik. Seperti juga budaya Cina pada umumnya, banyak nilai filosofi yang bisa
diambil dari berkunjung ke museum ini. You
can learn how numbers matter, how hard working won’t lie about the result, how
willingness can drive you to success point dan lainnya. Menarik.
Setelah
berkunjung ke museum, kita sempatkan makan siang di café yang ada di situ.
Makanannya lumayan. Suasananya juga nyaman. KECUALI the fact that people can smoke there. Ah, mengganggu. Tapi apa
boleh buat, it’s House of Sampoerna by the way.
Tujuan terakhir
di House of Sampoerna itu adalah Museum of Art. Isinya lukisan. Saya bukan
orang seni, tapi saya selalu suka lukisan. Suka sok merasa bahwa lukisan itu
indah, menarik, meaningful atau strange but strangely beautiful. Hah!
Tapi di Museum of Art itu sayangnya saya sudah mulai direpotkan oleh smartphone
yang minta di-charge. Jadi, saya gak bisa bener-bener menikmati setiap
lukisan dengan tenang. Karena mata saya selalu bolak balik melihat si samsul,
smartphone saya yang sedang di-charge
di satu pojokan museum. That’s why I finally
bought a power bank later on in Jakarta :))
Setelah sekian
jam di HoS, akhirnya kami memutuskan untuk jalan lagi. Kali ini menuju
Submarine museum.
Biaya masuknya IDR 5.000. Kita bisa masuk ke dalam kapal selam itu. Melihat apa
isinya. Memegang besi tua yang terdampar di daratan di tengah kota Surabaya
itu. Entah bagaimana para awak bisa tinggal berbulan-bulan (mungkin) di dalam
sana. Saya yang tingginya tidak seberapa saja sempat terantuk beberapa kali
ketika melewati pintu dari satu segmen bagian kapal ke bagian lainnya. Tempat
tidur yang sangat ala kadarnya, bahkan kamu tidak bisa mengubah posisi badan
ketika tidur (sepertinya begitu). Salut. Entah berapa puluh (atau ratus) meter
di bawah laut mereka para marinir itu. Diam di dalam gua besi. Hidup. Bercanda.
Merindu rumah. Berduka. Bercerita. Resah. Dan berbagai perasaan lainnya
termasuk tegang terhadap suasana yang dihadapinya, pada kala itu. Mungkin. Saya
tidak tahu. Tapi akhirnya saya bia bersyukur bahwa tempat tinggal saya selalu
nyaman. Sekecil apa pun kamar kost, tetap tidak perlu merunduk-runduk kalau
berjalan. Atau terantuk kalau ke luar dan masuk ruangan :)
Keluar dari
museum itu, hujan mulai rintik-rintik. Kami jalan melipir, menyusuri pedestrian
di kota itu. Niat makan es krim sesudah submarine museum. Dan kemudian memesan
tiga porsi es krim yang hmm sebenarnya sih biasa aja hehe tapi kata teman saya,
itu tempat es krim sudah lama ada di Surabaya. Ditambah hujan deras pula waktu
itu. Sebetulnya saya sedang didera batuk yang cukup parah. Parah itu maksudnya
kadang bahkan saya tidak bisa tidur karena batuk itu. Tapi saya menikmati
beberapa jam duduk santai menunggu hujan reda bersama Mirza dan @koderap. Mirza
sang expatriate itu banyak cerita, friendly, pintar dan sangat mudah. Hih.
Kalau tuaan dikit saya gebet deh hahaha.
Oia, teman saya
yang kerja di Sampoerna sempat cerita bahwa suatu saat ada rekan kerjanya yang
bertanya kepada atasan mereka. Kurang lebih tentang bagaimana menjawab
pertanyaan bahwa “rokok itu kan tidak baik buat kesehatan, kenapa lantas kalian
berusaha menjual rokok terbaik?”, kira-kira begitulah. Lalu jawaban atasan
teman saya kurang lebihnya begini “Rokok itu memang tidak baik untuk kesehatan,
membahayakan, tapi kalau Anda mencari rokok terbaik, kami punya”. What an
answer! :))) Anyway, that was a joke. Nice one.
Karena sudah
terlalu malam, dan tengah malam nanti saya akan ikut rombongan @denikalogi ke
Bromo, jadilah pukul 9 saya pulang, diantar oleh Mirza. Taksi itu jadi sangat
hangat dengan berbagai obrolan. Mirza ini mudah banget dipancing. Ditanya
dikit, ceritanya langsung dua hari *iya, ini agak lebay*. Senang punya temen
baru yang sangat menyenangkan.
Sampai di Hotel
saya cuma perlu waktu sebentar untuk bebersih dan siap-siap, tidak lama
kemudian Mbaknya datang bersama tiga dara separuh baya, mulailah ruangan kamar
penuh cerita ;) Terima kasih tumpangan kamarnya ya Ibu, Bude, Mbaknya, sangat
membantu.
Gitu deh
jalan-jalan sesi pertama. Museum dan teman baru, judulnya.
Menjenguk hujan dan kabut di Bromo dengan @denikalogi,
@angga_redita, RD dan Om Brahim
Setelah siap-siap
untuk perjalanan selanjutnya, akhirnya yang menjemput datang. Satu mobil berisi
@angga_redita, RD dan Om Brahim menjemput jam 12 lewat (banyak) haha. I
have no idea how the trip would be. Di mobil itu, hanya Om Brahim yang
benar-benar baru saya kenal, yang lainnya sudah kenal. Well, here we go!
Ok, saya tidak
bisa bilang bahwa Januari itu adalah waktu yang tepat buat pergi ke Bromo
karena kalau tujuannya adalah mencari sang fajar ketika mulai menggeliat,
insyaAllah gak akan ketemu sih hihi.
Tapi the fact that I could still see the
beauty of the nature di kala embun kabut dan teman-temannya itu, tidak
mengurangi rasa bersyukur bahwa bisa merasakan dingin, sejuk atau apalah
namanya, merasakan rintik hujan di tengah padang pasir, melihat bukit cantik
ketika kabut tebal tersibak oleh hembusan angin. Cantiknya menawan. Ya, memang
bukan perkara ada sinar muncul dari balik bukit, tapi the beauty is there. In a way, kita kadang melihat sesuatu
kemudian kagum karena kecantikannya, tapi kecantikan itu tidak melulu tentang
konstruksi sosial kan? Begitu juga suasana Bromo waktu saya kunjungi. Bahwa
cantiknya Bromo selalu dikaitkan dengan sunrise,
kala itu saya tidak dapat pemandangan cantik yang mainstream dicari orang itu.
Tapi saya dapat yang lain. Cantik Bromo yang lain.
Untuk bisa turun
ke Padang Pasirnya itu, kami menyewa apa sih namanya kinda Jeep gitu ya seharga
IDR 250.000. Saya pikir harga segitu akan membawa kami agak jauh. Ternyata
salah. Nafas yang ditarik aja belum dihembuskan, tiba-tiba “yak silakan turun”
da! Ah sudahlah.
Menuju Bromo ini
seru. Seru jalannya. Tantangannya. Jalanan nanjak berkelok-kelok. Hujan kering
hujan kering. Pagi buta menahan kantuk. But the
excitement is burning. Jadi ya happy aja.
Setelah
foto-foto sedikit. Mengecap embun sedikit. Mencicip pasir sedikit. Iya, saya
keselek pasir di sana. Jadi, kalau lagi ada angin, jangan iseng ketawa,
akibatnya pasir-pasir yang beterbangan mampir :| Ya, setelah semua pengalaman itu. Termasuk
kena gerimis lagi. Akhirnya kami melanjutkan perjalanan. Beberapa opsi muncul.
Saya gak inget daerah apa aja yang
disebut. Tapi akhirnya, tujuan berikutnya adalah Mojokerto!
Mojokerto itu
muncul di kepala saya jaman SD, ketika pelajaran PSPB. Eh entah pelajaran IPS,
saya lupa. Tidak pernah terbayang bahwa saya bisa berkunjung ke sana. Sama
seperti Surabaya. Dulu, kota Surabaya dan icon-nya hiu vs buaya itu hanya saya
lihat di televisi. Ketika duduk dibonceng @koderap keliling Surabaya, ternyata
patung itu ada di mana-mana :)
Perjalanan ke
Mojokerto berhasil membuat setiap mulut ngunyah. Apa saja yang ada. Camilan
berMSG. Gorengan. Bahkan Klepon! Hahay. Ya, sepulang dari Surabaya memang jarum
timbangan bergeser ke kanan sih *syedih*.
Anyway, di
Mojokerto sempet mengunjungi beberapa tempat yaitu Candi Wringin Lawang,
ngintip Candi Tikus dan berkunjung ke Museum Trowulan. Ya, sejarah Majapahit
bisa dipelajari di sini. Saya gak
hafal tahun-tahun, raja-raja, istri dan selirnya atau sejarah kapan perang,
siapa menang, siapa gugur. Tapi melihat sisa-sisa sejarah yang seminil itu, ah
sudahlah, setidaknya pernah tahu tentang Majapahit itu. Candi Wringin Lawang
itu seperti gapura, iya namanya juga lawang ya, pintu. Di tengah taman yang
tidak terlalu indah, maaf, di situ candi berdiri. Ramai waktu itu, banyak
kunjungan anak sekolah. Kemudian Candi Tikus hanya ngintip saja, dari pagar
hihi. Terakhir yang dikunjungi adalah Museum Trowulan.
Sedikit cerita
tentang kunjungan saya ke Museum ini. Hmm..Majapahit itu besar, bagi saya.
Sejarahnya. Ceritanya. Maknanya. Ini tentang Indonesia lho. Tapi kalau
teman-teman masuk ke museum itu, seolah sejarahnya tidak sebesar itu. Seperti
kata ‘seminil’ yang saya gunakan tadi. Peninggalan kerajaan Majapahit yang
besar dan luas daerah kekuasaannya itu harusnya banyak, menurut hemat saya.
*kalau gak hemat yo weis*. Tapi yang
tersisa di museum itu sedikit. Kasihan aja sih sama anak cucu cicit saya
nantinya, andai punya kesempatan berkunjung. Hanya sedikit yang bisa mereka
lihat. Mungkin bisa saja mereka baca, tapi tulisan sejarah itu ah entah sudah
mengalami pergeseran ‘cerita’ berapa kali atau dikonstruksi berulang kali. Kita
tidak tahu. Tapi ketika melihat peninggalan, artefak atau apalah itu namanya yang
ada di ruang kaca di museum itu, rasanya akan berbeda. It is as if you are
there, in the era, you can feel the energy of the history. Iya, mungkin ini
lebay. Tapi karena saya gak suka
baca, cerita sejarah saya kumpulkan dari apa yang saya lihat. Jadi keberadaan
museum itu sangat penting, setidaknya buat saya (dan anak-anak saya kelak).
Gitu aja.
Kunjungan museum
berakhir, dan perjalanan hari itu pun berakhir :)
Terima kasih Om
Brahim yang sudah menyetir. Terima kasih Mba @denikalogi dengan traktiran dan
cerita dan kebaikannya. Terima kasih RD dan @angga_redita sudah menjadi teman seperjalanan :)
Hujan di kota dan selembar jas dengan @Andikermit
Hari ketiga saya
ditemani oleh @Andikermit, alias Andi, alias Kermit. Kami bertemu di Jembatan Merah Plaza. Pertama ketemu, Andi udah kasih saya hadiah senyum. Hah, what a warm host! Hari itu saya dibonceng Andi naik motornya.
Tujuan Pertama ke Tugu Pahlawan dan Museum Perjuangan. Di situ sempet semaput deh hahaha,
Stt..Andi gak tau ini. Saya bawa
ransel yang lumayan berat plus kurang tidur plus masuk angin kayanya, sempet
semaput serius deh di museum ini. Tapi bukan Beby namanya kalau gak bisa ekting *kedip-kedip ke Andi*.
Biaya masuk museumnya murah BANGET, IDR 2.000 saja.
Lagi-lagi, yang bisa dilihat di museum ini tidak banyak. Ada beberapa ruangan
untuk diorama, tapi tidak semua berfungsi dengan baik. Barang-barang yang
dipajang juga tidak mewakili kalau ini adalah museum perjuangan. Ah, sayang ya.
Setelah semaput
di museum ini, kami melanjutkan perjalanan ke Museum Kesehatan.
Di sini agak spooky ahaha. Iya, saya penakut. Selain karena sepi. Selain juga
karena itu rumah sakit dan museum. Selain itu, di sini juga dipajang pelbagai
informasi dan barang-barang yang berhubungan dengan santet. Iya, santet.
Penyakit-penyakit tidak hanya dilihat dari sisi medis saja, tapi dari sisi
kebatinan dan kepercayaan. Gak
percaya? Berkunjung deh.
Terdapat
beberapa ruangan yang memamerkan alat-alat bantu pemeriksa kesehatan dari entah
jaman kapan. Saya tidak terlalu memerhatikan tahun. Stetescope, Microscope,
even laptop jaman baheula ada di situ. Torso di mana-mana. Keranda *hii. Banyak
deh yang berhubungan dengan kesehatan. Lama juga saya di sini, membaca
satu-satu. Memerhatikan. Sambil sesekali sok-sok membahas bersama Andi. Padahal
sama-sama gak ngerti hihi.
Setelah
memuseum, saya diajak makan siang sama Andi. Karena udah laper, jadilah kita
makan apa yang ada di depan mata. Kami makan di satu kios di jalan Pacar
Keling. Keling itu bisa ‘keling’ – ‘hitam’ atau ‘keling’ – ‘inget’. Bisa pake ‘e’
biasa atau ‘e’ pepet. Ngerti gak? Hihihi.
Saya makan gado-gado dan Andi makan bakso, sementara minuman kami sama es teler
sluuurrp!
Setelah kenyang
dan mulai gerimis, kami cus ke Masjid Ampel. Sebetulnya mau ke Suramadu dulu,
tapi karena cuaca tidak bersahabat, akhirnya kami melipir ke Masjid Ampel saja. Di sini saya mengunjungi makan Sunan Ampel, ya sedikit mengirim Al
Fatihah. Kemudian nungguin Andi shalat Ashar dulu. Kemudian saya foto-foto.
Kemudian saya dan Andi makan LAGI di pasar deket situ, makan nasi kebuli dan
kambing. Andi bilang suasananya yang dibeli, bukan makanannya :) Sambil makan,
sambil ngoceh. Seru.
Tujuan
berikutnya adalah Tunjungan Plaza IV, saya janjian sama Mba Hani, dan akan
nebeng nginep sama beliau di salah satu hotel di daerah situ. Alhamdulillah,
ada aja rejekinya :)
Pertemuan dengan
Andi berakhir dengan celana basah, sepatu basah dan muka letih. Anyway,
menyenangkan sekali. Kebayar deh basah-basahannya, Ndi :) Terima kasih banyak!
Oia, Andi ini
agen travel lho, Lumi Travel namanya. Buat temen-temen yang mau cari tiket,
atur itinerary perjalanan dan butuh jasa biro perjalanan, bisa hubungi Andi +6285731505472.
Andi ini domisili di Surabaya, jadi kalau piknik-piknik Bromo, Dieng, Bali
gitu-gitu boleh deh colek-colek dia.
Terik dan tawa keliling Surabaya dengan @lukmansimbah
Hari terakhir
saya janjian sama @lukmansimbah jam 9 pagi. Hari itu saya sedikit nyolong
hari-nya karena jam 14 Simba sudah ada janji lagi. Hihi, makasih ya. I have no
idea ini orang bentuknya bagaimana. Cuma karena circle pertemanan kami kurang
lebih sama, jadi saya merasa aman aja. Begitu ketemu, eh tampangnya bikin
gemeter hahaha *ampun*. Naik motor diajak keliling kota. Bedanya dengan
perjalanan sama Andi, Lukman (nama Akta-nya) banyak bercerita, menjelaskan ke
saya filosofi hampir setiap sudut kota. Dua tahun terakhir ini saya cenderung
suka jalan tanpa mengambil gambar. Kenapa? Karena dulu saya terlalu sibuk cari angle,
cari spot, sampai lupa bahwa saya belum menikmati jalan-jalan saya ini.
Akhirnya sejak perjalanan saya ke mana ya, Penang kalau gak salah, saya lebih banyak memerhatikan detil tempat kunjungan.
Dan kemudian lupa bahwa saya tidak ada dokumentasi --'
Setengah jam
pertama sama Lukman bikin saya gemeter. Bukan cuma gara-gara mukanya yang
nyeremin ahaha, tapi karena dia ini pinter banget. Seperti ensiklopedia, he
knows almost every single thing I have asked. Tapi bagus juga sih, gak perlu bayar guide bhihik. Keliling
kota agak panas, kemudian kami berhenti untuk makan lontong balap dan sate
kerang di daerah deket HoS. Lumayan lah. Tapi yang istimewa dari brunch waktu
itu adalah teh-nya. Teh yang saya minum itu istimewa deh. Wangi. Enak. Kata
yang punya warung, itu campuran empat teh, saya lupa namanya apa. Tapi enak.
Setelah kenyang,
kami lanjutkan perjalanan ke Klenteng Hong Tiek Hian.
Menurut Lukman, saya belum googling juga sih hehe, ini satu-satunya klenteng
(di Surabaya) yang masih memainkan wayang Potehi. Saya pertama kali membaca
tentang Wayang Potehi ini dari buku Peranakan Tionghoa di Nusantara karya Iwan Santosa. Sebuah buku yang
membawa saya melihat peranakan ini dari sudut pandang yang berbeda. Seneng
sekali akhirnya bisa melihat Wayang Potehi secara langsung. Gak ngerti bahasanya, tapi seneng aja. Kebetulan
saya suka tentang sejarah peranakan di Indonesia (dan Malaysia), ada hal
menarik dari merka, terlepas dari stereotype
yang muncul di masyarakat.
Kemudian saya diajak ke Suramadu! Akhirnya :)
Menyeberang aja sih, bayar IDR 3.000 kalau gak salah. Tapi seru :)
Kemudian saya diajak ke Suramadu! Akhirnya :)
Menyeberang aja sih, bayar IDR 3.000 kalau gak salah. Tapi seru :)
Hal menarik dari
jalan-jalan hari ini sama Lukman adalah saya diajak (menemani dia sih) ke
tempat jual buku yang MURAH. Dua tempat yang isinya penuh buku dengan harga
miring. Berbagai buku. Saya dapet satu buku tentang sejarah Muslim Tionghoa di
Indonesia, hanya 20an ribu, saya lupa harganya. Pesan Lukman, nanti kalau saya
nulis di blog tentang pengalaman jalan-jalan ini, kalau bisa jangan sebut namanya,
karena ini tempat dia bisa cari buku dengan harga murah. Hahahah. Saya gak
sebut lho ya ini :) Tapi kalau teman-teman keliling Surabaya, kapan-kapan,
silakan cari deh tempat yang isinya berjejer toko buku dan ada satu tempat yang
sengaja disediakan untuk kios-kios buku sekaligus tempat untuk siapa saja
berkumpul dan berbagi ilmu.
Mendekati jam
14, akhirnya saya dan Lukman pun mengakhiri perjalanan. Terima kasih banyak
untuk beberapa jam yang sangat menyenangkan.
Oia, kalau yang
suka berkomunitas keliling kota (Surabaya), baca-baca buku yang tidak
mainstream ada di toko buku *buku jenis apa ini Beb :)) bisa lho mampir ke
Perpustakaan tempat Lukman suka ‘belajar’, C2O Library namanya. Banyak kegiatan menarik di sini. Kalau aja saya domisili Surabaya, saya pasti
rajin ke C2O *yakin Beb?*
Selesai di situ
jalan-jalannya? Jalan-jalannya iya, kelar, tapi kemudian saya ada kegiatan
lain. Ngopi. Saya masih punya janji sama satu orang, yang tadi saya sebut ‘kemudian
dengan mengejutkan malah jadi hadiah ulang tahun saya’ :) Cerita dari era
sekian hingga era sekian mengalir sampai waktunya saya harus ke bandara karena
pesawat untuk kembali ke Jakarta itu jadwalnya pukul 20:50. Terima kasih
ngobrol sore dan sudah mengantar ke bandara ya :)
Cerita Surabaya
dan Bromo selesai.
Tautan untuk bahan bacaan:
*Jadi kado ulang tahun saya dari perjalanan ini adalah serangkaian piknik Bromo, Surabaya dan kamu :)
2 komentar
Asik banget mbak baca ringkasan perjalanannya. Sbg arek suroboyo, saya senang baca review2 tentang kota ini :)
ReplyDeleteSaya juga suka dengan Surabaya :) InsyaAllah bakal ke sana lagi. Salam kenal, ya.
Delete