­
jinjinger: Kebaikan itu menular

Kebaikan itu menular

By 9:07:00 AM

Foto dari sini


Kebaikan itu menular

Tahun lalu, tepatnya di bulan Agustus, saya mulai merombak pola hidup, pola makan terutama. Pengalaman mudah jatuh sakit dan terserang Demam Berdarah di tengah tahun 2014 membuat saya berpikir keras; apa yang salah dari pola hidup saya selama ini.

Olahraga? Ya, saya memang angin-anginan. Tapi berbanding orang lain, saya masih olahraga, minimal seminggu sekalilah. Kalau lagi kumat, bisa tiap hari saya lari pagi. Kalau lagi sedang-sedang saja semangatnya, saya paksakan memenuhi 3-4 kali olahraga dalam seminggu, minimal 15 menit.
Makan sehat? Saya peminum susu. Saya selalu menghadirkan paket karbohidrat, protein (hewani dan nabati), sayur dan buah dalam setiap waktu makan. Jajan camilan yang saya anggap sehat karena di kemasan tertera ‘natural’, ‘alami’, ‘tanpa pengawet’, ‘rendah lemak’, ‘rendah kalori’, ‘rendah garam’, ‘tanpa pemanis buatan’, dan penanda lainnya yang meyakinkan saya bahwa makanan itu sehat. 

Tapi kenapa badan saya ringkih sekali?

Bisa setiap bulan saya flu dan batuk. Migraine bisa setiap minggu. Diare? Jangan tanya deh. Maag? Bisa tiap hari perut saya sebah, kembung dan perih. Belum lagi kalau sedang stress bisa sampai muntah-muntah. Bangun tidur, mana pernah saya merasa segar. Tidak pun ingin tidur kembali. Hanya saja, tubuh saya rasanya tidak segar. Telapak kaki sakit. Badan lemas. Kepala berat. Tidur pun mana pernah nyenyak.

Jika terkena gerimis saja sedikit, saya bisa pulang ke rumah dengan badan meriang. Angin malam? Jangan tanya, pasti perut saya kembung semalaman.  Begadang? Huwaa, badan rontok tiga hari.
Akhirnya, hasil ngobrol-ngobrol dengan Mbady, tercetuslah tema obrolan tentang Food Combining. Saya bilang “bukannya Food Combining itu diet untuk ngurusin badan ya? Aku gak mau ngurusin, mau sehat aja”, lalu Mbady ngasih link www.erykar.com dan menjelaskan sedikit tentang Food Combining itu. Katanya “googling aja, banyak kok infonya”. Langsung saya melesat ke mbah Google dan menemukan setumpuk materi yang bisa saya baca.

Waktu itu, di rumah kontrakan belum ada internet. Jadi, setiap kali saya ke kampus, saya unduh semua bahan yang mungkin saya baca kemudian. Dari bahan-bahan itu, saya baca perlahan. Mencoba memahami. Saya mulai mempelajari juga gimana sistem tubuh bekerja secara holistik. Setelah paham satu hal, saya bahas dengan Mbady. Kemudian baca lagi, kemudian diskusi lagi. Gitu terus. Kayanya butuh waktu 1-2 hari saja untuk kemudian saya mulai sarapan buah dan memisahkan antara karbohidrat pati dan protein hewani. Saya tinggalkan kopi, teh dan susu. Tapi saya selalu bilang ke diri sendiri “tenang, Beb..Sabtu dan Minggu waktu untuk cheating, konsisten ya FC-nya”. Jadi tetep waktu awal saya ngarep cheating.

Saya ingat, seminggu aja saya jalanin Food Combining dan hasilnya mulai terasa. Di hari ketiga, kalau gak salah, saya bisa tidur nyenyak. Girang banget! Saya pamer ke Mbady, kalau semalam saya tidur nyenyak sampai pagi waktu adzan subuh berkumandang. Biasanya mana pernah gitu! Saya pasti terbangun beberapa kali kala malam. Tidur tidak nyenyak. Capek. Bangun tidak segar.

Kemudian saya mulai baca-baca lagi tentang Yoga. Erikar Lebang, pemilik www.erykar.com itu juga praktisi yoga, aliran Iyengar. Saya belajar deh. Awalnya ya belajar yoga dari video yang diunduh dari Youtube, kemudian download beberapa artikel. Latihan tiap pagi, biasanya 15 – 30 menit aja. Setelah shalat subuh, saya yoga. Sarapan satu ronde, baru mandi dan bersiap ke kampus. Jadi, sempet-sempet aja, sih. Kalau mau.

Awal tahun ini, teman serumah saya yang membawa bayinya bercerita kalau si bayi susah BAB. Dia juga bercerita bahwa setelah operasi caesar, dia mengalami konstipasi parah. Ternyata, sejak habis caesar itu, dia disuruh makan 6 butir telur untuk setiap menu makan siang dan malam. Kebayang! Pantesan aja dia konstipasi, pun anaknya.

Saya iseng, ceritalah tentang pencernaan, ritme sirkadian dan pola makan Food Combining. Lupa sedetail apa. Tapi seinget saya sih gak yang ngotot gimana banget. Selain itu, dia juga mulai memperhatikan bagaimana saya makan sehari-hari.

Gak lama dari situ, dia mulai menerapkan sarapan buah. Biasanya sampai jam 9 aja, kemudian makan nasi dan lauk pauk. Kemudian bergeser makan buah sampai jam 10, sampai jam 11, sampai jam 12. Mulai memisahkan pati dengan protein hewani, walau kadang-kadang masih juga mau mencampur. Mulai ikut minum air hangat dan perasan jeruk nipis pagi hari.

Setelah beberapa waktu, dia bercerita bahwa bayinya rutin BAB. Sehari bisa dua kali malah. Tidak pernah lagi nangis gelisah kalau tidur. Dia pun mulai merasakan perbaikan di kesehatannya. Teman saya ini punya riwayat darah tinggi. Dia bilang gejalanya sering muncul, tapi sejak menjalani Food Combining, dia merasa kesehatannya lebih baik.

Sampai sekarang, di rumah kami (rumah kontrakan itu berisi 5 orang) hanya saya dan dia dan bayinya yang melakukan Food Combining. Ketika bayinya memasuki usia 6 bulan, dia pun mulai menerapkan Food Combining kepada bayinya. Selain itu, si teman ini mulai menularkan kebiasaan sarapan buah kepada ibunya. Awalnya sang ibu menolak, banyak deh alasannya, biasalah itu. Tapi kemudian, mulai ikut pelan-pelan. Beberapa waktu lalu, saya bertemu dengan ibunya, beliau bercerita bahwa kesehatannya semakin baik. Sebelumnya, ibu ini termasuk orang yang jarang sakit. Tapi semenjak mulai mengatur pola makan, banyak makan buah, dan mengganti protein hewani dengan tahu, tempe dan jamur, beliau mengaku lebih segar.

Alhamdulillah.

Kebaikan itu mudah menular, asal niatnya baik. Semoga kita semua senantiasa sehat dan dalam lindungan Tuhan. Aamiin. 

You Might Also Like

0 komentar