[Seri Adaptasi] Repatriation
Repatriation itu
sederhananya gini, kita pergi dari kampung halaman dan menetap di tempat baru.
Di sana kita banyak belajar tentang budaya tempatan, beradaptasi dengan
lingkungan. Kemudian kita kembali ke rumah sebelumnya di kampung, dan merasakan
hal yang serupa ketika kita merantau. Dengan tidak sadar, kita merasakan rasa
makanan yang mulai berbeda, lingkungan yang tidak sama, kebiasaan yang tidak
serupa, bangunan yang tidak biasanya dan lain sebagainya. Kita ternyata harus
beradaptasi lagi dengan lingkungan rumah sendiri. Begitulah sederhananya.
Sebagian temen-temen yang rajin ngintip jinjinger mungkin
sudah tau bahwa saya sedang sekolah dan belum kelar :D Sebelumnya saya tinggal
di Kajang, Malaysia selama 4 tahun, kemudian memutuskan pulang pada tahun 2011
dengan beberapa pertimbangan. Dua tahun di “rumah” sendiri, ternyata tidak
membuat saya menjadi lebih cepat menyelesaikan sekolah. Mungkin ada yang
bingung, konon sekolah, tapi kok pulang, tapi ngomongin menyelesaikan sekolah, iki piye maksude, gitu? Saya sekolah full research, jadi tidak perlu setiap
hari masuk kelas, tidak pun ada kelas hehe. Karena kelas saya ya di lapangan,
di mana-mana, di jurnal-jurnal, atau di halaman putih MSword. Jadi kalau pun saya pulang ke Indonesia, ya bisa saja
mengerjakan, kalau memang bisa dikerjakan :D
Ketika pulang, saya belum selesai turun lapangan. Turun
lapangan ini yang biasa disebut dengan fieldwork,
peneliti mengumpulkan data dengan berbagai teknik. Kalau saya melakukan Focus Group Discussion dan Interview. Mulai turun lapangan itu
tahun 2012, bulan Februari, masih ingat :) Satu bulan di Kajang, keliling
Lembah Klang mencari informan, dapet sih tapi tidak mencukupi. Pulang lagi ke
Indonesia, kemudian ada kesempatan libur kerja agak panjang, saya balik lagi
untuk melanjutkan, begitu terus sampai seluruh kebutuhan lapangan selesai
terpenuhi. Akhirnya kerja lapangan berakhir di 2013 awal. Lupa tepatnya kapan.
Bagian selanjutnya adalah membuat transkripsi hasil kerja lapangan. Transkripsi
itu kira-kira begini, hasil wawancara disalin dalam bentuk tulisan, semua yang
terdengar ditulis. Agak terlambat melakukan transkripsi, seharusnya begitu
selesai wawancara, lanjut disalin. Tapi karena kesibukan, atau sok sibuk hehe,
saya menyerah. Transkripsi selesai sekitar bulan Agustus 2013. Sejak bulan itu,
baru mulai analisis. Ya, sekolah saya lama...mulai Agustus 2009 :)
Dua hal yang saya suka dari penelitian adalah bagian
menjalankan kerja lapangan dan analisis data. Seperti jatuh cinta, tidak ingin
menyudahi prosesnya, mencium bau data, memandanginya, mengelusnya, mengukur
setiap inci detailnya, menggairahkan. Tapi di sisi lain juga perlu kondisi
fisik dan psikologis yang pas, yang tidak tertekan, yang fokus, yang memang
jatuh cinta. Akhirnya saya putuskan untuk cuti dari pekerjaan dan kembali ke
sini, ke Kajang. Target saya dalam 3-4 bulan ini bisa menyelesaikan semuanya di
sini. InsyaAllah kali ini bisa. Tetap doakan ya :)
Tapi cerita lainnya yang ingin saya bagi adalah tentang
kembali berhijrah. Kajang ini seperti rumah kedua bagi saya. Selalu rindu,
selalu cinta. Entah ya, tapi banyak ilmu baru saya dapat di sini. Setidaknya,
kewarasan saya pernah terselamatkan di sini. Ketika kembali ke sini, rasanya
seperti berhijrah kembali ke rumah. Pertama kali datang ke Kajang dulu saya
tinggal di asrama kampus, satu semester. Kemudian pindah ke sebuah kost di
daerah Sungai Tangkas selama tiga semester. Mulai 2009 saya pindah ke flat dan
berbagi rumah dengan beberapa pelajar lainnya. 2011-2013 saya bolak balik ke
Kajang dan menumpang di rumah teman di perumahan terrace Taman Tenaga. Kedatangan kali ini saya menyewa kamar,
berbagi dengan dua pelajar lainnya, di flat Taman Tenaga. Kagok, kalau kata orang Sunda. Masuk lagi ke “keluarga” baru,
suasana rumah baru, aturan baru, karakter baru, seperti serba baru. Kajang dan
Bangi pun, daerah seputaran tempat tinggal dan kampus, banyak berubah. Dulu mau
cari makanan enak, sesuai lidah saya, saja susah. Daerahnya sepi. Sekarang
makanan berlimpah, masakan Indonesia banyak, ruko-ruko berjejeran di mana-mana.
Urusan kampus pun banyak perubahan, tentang cara pembayaran uang sekolah,
tentang pengurusan visa, tentang sistem dan lainnya. Seperti kena virus culture shock lagi :)
Cerita sedikit, eh banyak deng, setiap kali saya datang ke sini
untuk sekolah, selama 1 minggu – 1 bulan, biasanya saya mengalami masa ini, masa
transisi. Tubuh selalu kelelahan. Ini mungkin berlebihan. Gini, kehidupan di
Jakarta, tempat saya bekerja dan tinggal mungkin sementara ini, sudah mulai
membuat saya terbiasa dengan berangkat kerja pagi dan pulang sore atau bahkan
malam. Dengan macetnya, rencana yang matang atau harus digagalkan karena tidak
mau mengacaukan jadwal yang lainnya. Makanan bisa membeli yang bersih atau
berdebu, tinggal pilih saja, atau mau masak alakadarnya juga kadang-kadang jadi
pilihan. Tidur di rumah mungil sendirian, malam dengan pendingin ruangan. Di
sini, di Kajang, setiap hari, kecuali minggu, kehidupan saya di kampus, di
perpustakaan. Menunggu bis yang datangnya tidak sesering Kopaja 57. Panas
menggelegar. Jenis makanan yang tidak semua bisa saya pilih karena preferensi
rasa. Jarak ke pusat keramaian yang cukup lumayan. Tidak bisa lincah ke sana ke
mari seperti di Jakarta. Sebetulnya dua skenario kegiatan hari-hari itu biasa
saya jalankan. Tapi kalau harus dihadapkan dengan situasi itu dalam waktu
singkat, kemudian pindah ke situasi lainnya lagi tidak lama kemudian, badan
letih rasanya. Panasnya udara tidak sama. Satu ketika panasnya masih bisa
diterima, lain tempat panasnya bikin murka. Udara sejuk dari pendingin ruangan
bisa menyebabkan perut kembung setelah dua minggu lebih selalu hidup dengan
kipas angin berkekuatan maksimal. Gitulah. Perubahan-perubahan singkat ini
tidak bikin mengeluh, tapi bikin mikir. Kadang badan pun tidak bisa berbohong
ketika merasa letih dengan perubahan singkat.
Makanya, repatriation
ini pun mulai menyita perhatian saya. Motivasi dan keinginan kuat itu penting
banget untuk bisa menghadapi situasi lama berwajah baru ini dengan santai. Euphoria ketemu makanan yang lama tidak
dimakan, keinginan mencoba ini dan itu, pergi ke sini dan ke situ, menyapa si
ini dan si itu. Semua ingin. Excitement
yang tidak berhenti. Sementara rutinitas menunggu di depan. Begitu deh rasanya.
Bagi saya sih tidak sederhana. Mungkin bagi sebagian teman-teman bisa “dibawa
santai aja”. But I simply cannot. Ini
seperti penelitian saya tentang bagaimana seseorang beradaptasi. Setelah lama
merantau, kemudian kembali lagi ke rutin yang lama, itu butuh proses adaptasi
kembali. Repatriation.
0 komentar