Foto diambil dari sini

Hidup itu ternyata sekompleks itu, ya. 

Kita tidak bisa hanya fokus pada satu urusan. 

Karena urusan lain menggelayuti, minta diperhatikan.  

Tidak jarang urusan sendiri, yang terkait diri sendiri, malah tidak tampak dan jarang diindahkan. 

Ekspektasi tak tertulis dari sekitar bertaburan menghujani hari-hari. 

Sampai di satu titik kita terjatuh, terduduk. 

Lalu aku siapa. Aku ini apa. 

Mengapa hidupku tentang semua orang, kecuali aku. 

Mengapa hariku penuh dengan urusan membahagiakan semua orang, kecuali aku. 

Apakah hidup sekompleks itu?

Tanyakan pada penciptamu. 

                  Image taken from here

This semester, I teach quite big classes, quite a number of students. The interesting part is when I have to take their attendance. I find that a similar pronunciation can be derived from different spelling names. For instance Rifki, Rifky, Rivki, Rivky, Rifqi, and Rifqy are pronounced similarly. Somehow in Bahasa Indonesia, the pronunciation of 'v' and 'f' in a word are somehow similar, as far as I'm concerned. So, in a way to take their attendance, I have to be careful of which name belongs to which spelling 😁

Anyways. 
It's interesting to share this experience, tho.

12 Februari 2020 adalah hari di mana akhirnya saya terbang meninggalkan Kota Kinabalu setelah tinggal di kota itu sejak Desember 2016. Foto di atas adalah pemandangan menjelang detik-detik saya meninggalkan rumah sewaan. 

Mikir untuk berhenti kerja dan pulang ke Indonesia itu pergulatan panjang antara hati dan pikiran. Andai saja orang-orang tahu apa yang saya hadapi dan kenapa saya ambil keputusan ini. Dukungan dari Mas Bromo dalam mengambil keputusan juga patut diacungkan jempol, kalau tidak, mungkin saja saat ini saya ada di keadaan yang semakin tidak nyaman karena alasan A - Z yang tidak bisa saya kontrol. Sedikit cerita, keputusan saya berhenti kerja dan pulang ke tanah air itu ditanggapi dengan berbeda oleh beberapa pihak. Bahkan ada pandangan negatif tentang keputusan itu. Perlu diingat bahwa hidup saya adalah hidup saya, banyak keputusan yang tidak perlu diketahui alasannya oleh semua orang. Saya hanya menceritakan alasan yang sebenarnya pada beberapa orang, semoga mereka berempati dan paham. Lagi, saya tidak bisa kontrol persepsi orang. 

Meninggalkan cerita tidak mengenakkan di atas, saya kembali lagi ke cerita pindahan, ya. Proses packing saya itu sekitar 3 bulan. Walaupun sebenernya ingin lebih awal membereskan barang-barang. Karena yang paling berat adalah bukan membereskan barang yang mau dibawa, tapi membereskan barang yang harus dengan suka rela ditinggalkan 😢

Banyak scenes di mana saya masukkan barang ke kotak, dikeluarkan lagi, dimasukkan lagi saking galau. Barang yang mau dibawa aja atau dikasih ke teman. Barang yang mengandung memori tapi minim guna, harus dibawa atau dibuang atau ditinggal. Aduh! It was unpleasant. 

Belum lagi drama ngirim kotak-kotak berisi entah barang apa aja ke kantor Pos Malaysia. Kami kirim 3 kotak besar. Besar. Sementara keadaannya adalah parkiran itu ada di luar area gedung kantor pos. Jadi, kami harus angkut kotak-kotak itu ke kantor pos; menyeberangi jalan, naik tangga dan cari counter di dalam kantor pos. Belum lagi waktu mau nimbang kotak, timbangan adanya di meja counter dan gak boleh diturunin. Setelah proses timbang, kami harus angkut sendiri kotak-kotak itu ke lorong tempat para paket disimpan sebelum dikirim. Mas Bromo sampe sakit pinggang 2 hari karena itu. 

30 menit sebelum meninggalkan rumah, saya dan Mas Bromo masih harus keluarkan sekitar 3 kilogram barang dari koper-koper kami karena sudah kelebihan berat 😭 Saya tutup mata aja, keluarkan apa yang bisa dikeluarkan. Bahkan sepatu hak tinggi andalan saya sehari-hari. It was insane. 

Sampai di bandara, banyak teman-teman yang melepas kepergian saya dan memberi hadiah yang tidak mungkin saya tinggal. Akhirnya harus beres-beres lagi di bandara sebelum masuk ke Boarding Lounge. 

Rasa capek beberes barang itu lebih ke psikologis berbanding fisik sih, bagi saya. I reluctantly repatriated. Jadi selama proses beberes, packing dan kirim barang tuh kepala sama hati masih belum sinkron.

Ah, memori. 
Marking students exam paper | naddyadelegend
Gambar diambil dari sini

Ini adalah minggu ke-5 perkuliahan daring berlangsung sebagai efek dari merebaknya virus Covid-19. Pasti bosen dan parno ketika di mana-mana bahasannya adalah seputar Covid-19, ya? Kali ini tulisan saya lebih ke curhatan seorang dosen yang terbangnya masih rendah banget dan ilmunya masih cetek banget. 

Tidak sedikit mahasiswa mengeluh bahwa kuliah daring tidak efektif, tidak paham, capek, banyak tugas, stress dan lain sebagainya. Kadang-kadang pingin bilang "sama!". Tapi selalu saya urungkan. Minimal say tidak mengatakannya di depan mahasiswa. Kalau dosennya aja udah ngeluh di depan mahasiswa tentang ribet dan konsumsi banyak energi banget kuliah daring ini, lalu siapa yang akan kasih semangat dan mengisi energi positif untuk mereka?

Jadi, sebesar apa pun keinginan saya untuk bilang "saya juga capek, stress" tapi alhamdulillah selalu bisa saya urungkan. Syukur.

Saya, dengan segala keterbatasan dan kekurangan berusaha untuk memfasilitasi mahasiswa sebisa mungkin. Minimal bahan bacaan ada, latihan harian ada baik itu dalam bentuk forum wajib, forum tanya jawab bebas maupun kuis atau latihan-latihan kecil. Selain itu saya juga membuka kelas virtual, mungkin tidak setiap minggu, tapi setidaknya dua minggu sekali. Mahasiswa tidak saya wajibkan untuk hadir, tapi saya sarankan jika mereka bisa. Selama jam perkuliahan, saya pastikan standby agar mahasiswa bisa bertanya apa yang tidak mereka paham. Bahkan di luar jam kelas pun dengan senang hati saya menjawab. Tugas dan soal-soal test yang saya berikan dipastikan bisa dikerjakan mandiri. Atau kalau pun tugasnya adalah tugas kelompok, saya selalu pastikan mahasiswa bisa mengerjakannya tanpa perlu saling jumpa. Masih banyak hal lagi yang saya usahakan untuk berikan pada semua mahasiswa saya, semampu saya.

Tapi di sisi lain, perlu diketahui, dan saya yakin semua pun mengetahui, bahwa kelas daring ini berat. Ya, berat. Dosen harus bisa menyediakan fasilitas cukup. Tapi di lain sisi mahasiswa pun harus proaktif, belajar mandiri dan kreatif pun dituntut pada keadaan ini. 

Untuk mengadakan satu kelas, saya harus bisa memfasilitasi mereka melalui group WhatsApp supaya semua informasi tersampaikan, memfasilitasi mereka dengan materi dan teman-temannya melalui LMS (Learning Management System) yang ada, dan bahkan melayani interaksi one-to-one karena tidak semua mahasiswa nyaman bersuara di group chat. Belum lagi menyiapkan kelas virtual, memanfaatkan fasilitas dan waktu yang ada. Setelah itu masih harus alokasikan waktu untuk "mengejar" mahasiswa yang tidak mengerjakan tugas atau mengisi forum. Capek? Banget. Tapi itu konsekuensi saya sebagai dosen. 

Lagi-lagi, kelas daring itu berat, apalagi bagi mahasiswa yang belum pernah mengalaminya. Mereka belum bisa membedakan pola belajar di kelas dan belajar secara daring. Belum lagi yang terbawa susasana dengan stay at home mode, jadi serasa lagi liburan. Kelas mulai jam 7.30 pagi, ada diskusi dan sebagainya, si mahasiswa baru nongol di group chat jam 10..39 pagi dengan mengucap selamat pagi dan mengatakan "baru bangun, nih". Sementara dari sisi saya, dosennya, persiapan matang sudah saya lakukan, alokasikan waktu saya, siapkan mental saya, siapkan serangkaian pengetahuan yang ingin disampaikan agar mereka tidak sia-sia "masuk" kelas. Rasanya hancur hati saya. 

Terbaru ini saya koreksi tugas-tugas mereka. Empat orang jawabannya identik. Kebetulan tidak sampai 50% jawaban mereka salah. Jadi semakin remuk rasanya hati saya. Untuk membuat soal itu bukan suka-suka hati saya mau buat seperti apa. Ada pertimbangannya, ada kalkulasinya. Mahasiswa boleh buka buku dan sumber lainnya, boleh mengambil jawaban dari sumber mana saja dengan catatan harus diberi sumber rujukan. Tapi ketika ada jawaban yang identik sampai ke titik, koma dan spasi-nya, rasanya hancur. 

Ketika saya berusaha menyiapkan kelas sedemikian rupa agar mereka dapat manfaat, agar mereka belajar. Bahkan untuk mengerjakan tugasnya sendiri saja mereka tidak jujur. Sedih rasanya. 

Memang saya bisa saja menggagalkan mereka. Tapi apa iya perilaku seperti ini harus selalu ada di setiap sesi mengajar? 

PR besar buat saya sebagai seorang dosen untuk bisa membantu mereka membangun tanggung jawab, disiplin dan terutama sikap jujur mereka. Lagi-lagi, saya hanya bisa memfasilitasi. Membantu. Kalau pada akhirnya usaha saya tidak membuahkan hasil, ini adalah PR lainnya. Belajar menerima bahwa tidak semua bisa terjadi sesuai harapan. 

Kalau di masa depan ada mahasiswa saya yang membaca tulisan ini, saya hanya berharap semoga apa yang pernah saya sampaikan di kelas-kelas kalian sedikit saja bisa memberikan manfaat bagi kehidupan kalian.
Red Hello How Are You Text Effect Plaid Texture Font Art Font For ...
Picture taken from here

"Just curious, why have you texted? is that all?"

I texted one of my mentees couples weeks ago. Just to check in, how is he doing. We used to discuss about many of things during my tenure as his mentor. I was just in a sudden have a thought about him. So, I texted. 

I think it's because usually our relationship much more education-related matter. I took care of his study and something related to it. So, most of our texts are related to it, business matter. He laugh though that he asked me that question, it's simply because he doesn't really text and rarely got messages from others. 

But this thing happened not only once. I experienced it few times. The question of "why you texted me?" came after I asked "how are you?". 

Is it weird that you text person that you know without no intention towards business matter or can-you-help-me kinda thing? Just text because suddenly you were on my mind, and I was wondering how are you. That's all. 

Well. 

                     Pic taken from here

All my classes are converted into online. The thing is, asking students to read and actively participating in class is damn hard! 

You explain, they don't really pay attention. You send document so that they can read the instructions, they don't really read. Some of them didn't even download the file 😭 You typed it millions of time in the group chat, they marked it as read. 

Sometime they leave you typing many messages during the "class" and leave you conduct your monologue running for 2,5 hours. No response. No nothing. Up till I typed "I feel like doing monologue" then only they said "sorry". Without really replying your previous notes there. 

The class preparation was tiring. Thinking about how to conduct it effectively is insanely taking my entire 24/7. And when you know that the class was ignoring your effort, it's hurting the most. 

People say "ikhlas". 
Yeah, I have to practice more of that. 

For the students who have been really enthusiastic during my class, THANK YOU SO MUCH ❤️


Image result for student cartoon
Picture taken from here

I texted one of my favourite students few days back. I informed him that I am leaving the faculty soon. I asked him to drop by into my office if he could before my departure. I did not expect that it would be today that he surprisingly appeared in front of me and saying "you said that I can drop by if I can, so I have time now". I suddenly cried. Aside of the fact that I am a crybaby person, I am touched that he meant what he said. 

I have been teaching him for numbers of semesters. He is the only student in his batch and he managed to finish the whole journey perfectly with distinction result. What a tough journey, I could imagine. He is a good student. One of the best that I have ever taught. 

I remembered during our classes, I always enjoyed the discussion part as I will learn something new or got new information from him. In that case, delivering some knowledge have made me earned some as well, even more that what I have given.

Having the student standing in front of me with sincere face and heart will, I melted, I cried. I am happy and touched. I know I must have done something good that I got this wonderful treatment from my student. I do not know whether I deserved this. But thank you. 

I just hope that he, and the rest of my students, will get the best experience and job for their future. My heart and prayers will go with you guys.

Best of wishes.

Picture taken from here

I still remember the first day I landed in this city. It was early in the morning, while people were enjoying their sleep, I believe, I landed with mixed feeling; happy, nervous, excited, curious and tired. I put so much hope in this city. The hope that I really wish could bring me somewhere good, better. 

I still remember the day when I found a tiny house to rent nearby Airport. The place where I finally decided to stay all this while. The house that witnessed so many things in my life here both private and professional. I utilised the house not only as shelter, but also the place to share a lot of memories and finish up my working tasks, sadly. Yes, I am a bad employee, I brought my work home many times >.<

After all three years (plus) in this town, I have finally decided to leave with half of my heart still stay here. I have A to Z reasons to leave, yet stay. But leaving is the ultimate decision to be taken for the betterment of everyone. Especially me myself. 

It is now the time for me to count day by day towards the departure. It's sad. Yet excited. And nervous. 

Well, every good thing must come to an end.